NU Online Ponorogo – Tatanan dunia baru di era modern seperti sekarang, disadari atau tidak, menyebabkan manusia mengalami alienasi (keterasingan, Red). Hal ini disebabkan dominasi kapitalisme yang sanggup menjungkirbalikkan nilai. Akibatnya, manusia mengalami apa yang disebut dengan istilah camera obscura atau sebuah kesadaran semu yang terjungkir balik.
Demikian diungkapkan Direktur Institute of Javanese Islam Research, Akhol Firdaus, saat menjadi nara sumber di acara Launching dan Bedah Buku yang digelar PC ISNU Ponorogo, Minggu (28/3). “Fenomena tak berkesadaran yang terjadi secara masif. Kesadaran masyarakat kontemporer ini ibarat camera obscura, bersifat terbalik. Sebuah kesadaran yang terjungkir balik,” ungkapnya.
Acara yang digelar di Auditorium Pascasarjana IAIN Ponorogo ini merupakan penutup rangkaian peringatan Harlah NU ke-98 yang diprakarsai PCNU Ponorogo. Turut hadir Ketua PCNU Drs. H. Fatchul Aziz MA, Sekretaris PCNU Dr. H. Luthfi Hadi Aminudin M.Ag, Ketua PC ISNU Ponorogo Dr. Abid Rohmanu M.Fil.I, para penulis, serta para tamu undangan lainnya.
Dua buku terbitan PC ISNU Ponorogo yang dibedah adalah Nalar Kritis Keberagamaan : Menguatkan Ruh dan Hakikat Agama yang ditulis Abid Rohmanu, Aksin Wijaya, Lukman Santoso Az, Murdianto An Nawie, dan Sutejo. Buku kedua berjudul Berislam dengan Kemanusiaan : Telaah Teologis, Filosofis, dan Sosiologis Keindonesiaan karya Aksin Wijaya, Nur Rifβah Hasany dan Tati Nur Pebiyanti. Kedua buku itu merupakan kompilasi tulisan populer yang sudah dipublikasikan PC ISNU Ponorogo melalui portal resminya www.nyabtu.com.
Akhol mengapresiasi kedua buku tersebut. Menurutnya, kedua buku itu ditulis dengan menggunakan paradigma ‘revisionis’ yang bercorak kekiri-kirian. Bahkan lebih condong bergaya Marxian. “Ini terlihat dari pilihan kata dan subtansi buku yang hendak menggugah dan mentransformasi kesadaran. Jadi buku ini adalah literasi yang paradigmatis,” terang Akhol.
Mengangkat tema tentang kesadaran manusia modern, katanya, memang sangat menarik. Pasalnya, manusia modern sudah teralienasi karena didikte oleh budaya kapitalisme serta perkembangan informasi yang disruptif. Hasilnya, manusia menjadi semakin sekuler. Atau sebaliknya, malah justru menjadi manusia relejius yang cenderug bersifat puris (kolot, Red) dalam beragama.
“Kesadaran kontemporer itu semu. Karena agama telah menjadi komoditas yang dikontrol oleh kekuatan kapitalisme global yang mewujud dalam bungkus kebudayaan yang nir-kesadaran. Akibatnya, masyarakat tidak mampu membedakan mana subtansi dan mana bentuk, mana agama dan mana pemikiran keagaman, mana yang bersifat absolut dan mana yang relatif,” tegas Akhol.
Di akhir pemaparannya, Akhol menilai pentingnya NU sebagai civil society terus bergerak dengan literasi moderasi yang berkesadaran. Baginya literasi bukan sekedar menyusun kalimat, literasi adalah misi suci, misi profetik. Sebab tujuan literasi adalah membangun kesadaran yang otentik, yang sanggup bernegosiasi dengan budaya modern. Melalui literasi diharapkan bisa mengembalikan agama pada misi awalnya yang emansipatoris, bukan semata tulis.
Ketua PC ISNU Ponorogo Dr. Abid Rohmanu M.Fil.I mengungkapkan, proses penerbitan buku diawali dengan melakukan seleksi ketat atas bahan tulisan yang tersedia. “Literasi dalam kedua buku ini dikembangkan dan diluaskan pemaknaannya untuk menjangkau berbagai persoalan sosial keagamaan,” ungkap Abid.
Sementara itu, Ketua PCNU Ponorogo dalam sambutannya menegaskan pentingnya membangun sinergi di antara pilar-pilar NU. Dalam catatan sejarah, sayap intelektual yang terwadahi dalam Tashwir al-Afkar merupakan salah satu pilar terpenting di NU. “Pilar ini (Tashwir al-Afkar, Red) bersinergi dengan pilar ulama dan pengusaha (Nahdlah al-Tujjar, Red). Tiga sayap penting NU ini perlu untuk terus disinergikan dan dikembangkan sesuai dengan konteks zaman,” tegasnya.
Reporter : Idam
Editor : Lege