NU PONOROGO

Official Website PCNU Ponorogo

Haul Kanjeng Kyai Bagus Kasan Besari bin Kyai Ilyas bin Kyai Ageng Muhammad Besari

Foto Makam Kyai Bagus Kasan Besari dan Istri beliau di Kompleks Makam Tegalsari

NU Online Ponorogo – Kamis Legi, 9 Januari 2025 atau 9 Rajab 1446 H bertepatan (sangat tepat) dengan hari, pasaran dan tanggal yang sama ketika Kangjeng Kyai Bagus Kasan Besari berpulang kepada Tuhan (Kondur-dalem), yakni Kamis Legi, 9 Januari 1862 atau 9 Rajab 1278 H, pukul setengah 8 malam.

Laporan Belanda menyebutkan, Kangjeng Kyai Bagus Kasan Besari wafat dalam usia 100 tahun (9den Januari van het jaar 1862 Kjahi Bagoes Kasan Besarie in den ouderdom van 100 jaren). Ini artinya beliau lahir pada tahun 1762 atau kurang lebih berusia 10 tahun ketika sang kakek, Kyai Ageng Muhammad Besari wafat pada 1773 M.

Jenazah beliau dikebumikan di belakang Masjid Tegalsari, tepat di sisi barat makam ayahnya, Kyai Ilyas (w. 1800), pada keesokan harinya atau 10 Januari 1862, pukul 11.00 pagi. Prosesi pemakaman dihadiri sekitar 3.000 orang dari berbagai lapisan masyarakat—para bupati; para wedana dan mantri, para kepala desa dan lurah perdikan; para santri–kyai dari berbagai daerah; serta penduduk Tegalsari dan sekitarnya. Desa Tegalsari pada 1862 merupakan desa terpadat di Kabupaten Ponorogo (sebelum 1849 ikut Kabupaten Arjowinangun) dengan jumlah penduduk mencapai 1.679 jiwa.

Kanjeng Kyai Bagus Kasan Besari menjabat sebagai lurah-kyai perdikan-pesantren Tegalsari pada 1820, setelah kakaknya, Kyai Yahya diturunkan jabatannya oleh Kepala Pengulu Keraton Surakarta, Tafsir Anom, atas nama Sunan Pakubuwana IV (bertakhta, 1788–1820). Sebelumnya, beliau menjabat sebagai naib-pengulu Tegalsari bersama adik iparnya (lain ibu), Kyai Mukibat.

Wafatnya Kangjeng Kyai Bagus Kasan Besari membawa duka mendalam bagi perdikan-pesantren Tegalsari, khususnya, dan Kabupaten Ponorogo, umumnya. Berdasarkan laporan Bupati Ponorogo (merangkap Bupati Sumoroto) sekaligus putranya, R.M.A.A. Tjokronegoro kepada Residen Madiun, D.C. Noordziek (menjabat, 1861–1864), tertanggal 21 Januari 1862 (Kommissoriaal 1862 no. 2100) dengan Bahasa Melayu sebagai berikut:

“Itoe kyai kassan Bessarie, koetika meninggal arie malem Djemahat poekoel ½ 8 sore, kira2 dia poenja oemoor 103 taoon, taoon djawa. Koetika meninggal dia poenja anak 9 njang mengadep, njang tida. Tjoetjook, goengoog samoea njang idoop sadja 77, njang dateng mengadep 44, njang tida dateng 33. Srenta malem Djemahat kijai Kassan Besarie soeda meninggal lantas arie Djemahat poekool 11 siang dia poenja djissim lantas die tanem ada die pekoeboeran dessa Tegalsarie njang deket messigit, koempool sama koeboornja familie samoea. Koetika dia poenja djissim die bawak die pekoeboeran njang anter Regent Ponorogo, Patih Ponorogo dengan Patih Somoroto dan wedono2, mantrie2 toeroet djoega. Orang Hadjie2 dengan santrie2 ada tiga reboe orang; sebab itoe hadjie dan santrie pake die kassie doeit sidkah namanja slawat didalem satoe orang, 10 duit sampé 30 duit sebegimana hadatnja orang Islam.”

Berdasarkan catatan keluarga Tegalsari, beberapa nama-nama putra/i beliau diantaranya:

Kyai Kasan Anom (Tegalsari)

Kyai Ilham (Setono)

Nyai Reksaniti (Surakarta)

Kyai Imam Besari (Tegalsari)

Kyai Nedha Besari (Siwalan)

Nyai Kasanpuro (Gontor)

Kyai Tirta Besari (Ngrukem)

R.M. Martopuro (Maospati)

R.Aj. Kasan Ripangi (Karanggebang)

R.Aj. Martoredjo (Coper)

R.M.A.A. Tjokronegoro (Bupati Ponorogo, menjabat 1856–1883)

R.M. Bawadi (seda timur)

R.Aj. Andawiyah

Kyai Kasan Kolipah (Tegalsari)

Kyai Wongsodipuro (Singkil, makam Tegalsari)

Kyai Martosari (Tegalsari)

Gambar Makam Beliau Tampak dengan Papan Tulisan di depan

Beliau mewarisi wilayah yang cukup luas, termasuk Setono, Tegalsari, Karanggebang, dan Poh Limo, yang luas lahannya sekitar 300 hektare (ha) sawah (147,6 ha di Tegalsari) dan lebih dari 10 ha tegalan. Selain itu juga mewarisi pesantren dengan jumlah santri mencapai 300 orang. Sejak 1850 Kangjeng Kyai Bagus Kasan Besari tidak lagi mengajar karena usianya yang sudah senja, dan digantikan sementara oleh Kyai Mukibat. Pada tahun 1856, beliau merasa bangga, sebelum akhir hidupnya dapat menyaksikan pelantikan salah satu putranya, R.M.A.A. Tjokronegoro menjadi Bupati Ponorogo.

Lurah-kyai perdikan-pesantren Tegalsari kemudian dilanjutkan oleh putra sulung Kangjeng Kyai Bagus Kasan Besari, Kyai Kasan Anom. Usianya saat itu sudah mencapai 70 tahun, artinya beliau (Kyai Kasan Anom) lahir pada 1792. Beliau menjadi kyai pesantren di Tanjunganom, Kediri, sebelum akhirnya menggantikan ayahnya di Tegalsari pada 1862. Sepuluh tahun kemudian atau pada tahun 1873 beliau wafat.

Tegalsari pada masa kepemimpinan Kangjeng Kyai Bagus Kasan Besari dapat dikatakan sangat egaliter. Artinya semua lapisan masyarakat, semua usia, bahkan semua agama boleh belajar di Tegalsari, dan sepenuhnya gratis (geheel vrij). Tercatat seorang penerjemah Alkitab (Injil) sekaligus pakar sastra dan Bahasa Jawa berkebangsaan Jerman–Belanda, Johann Friedrich Carl Gericke (w. 1857), pernah belajar di Tegalsari selama 6 bulan pada tahun 1829.

Sumber:

“Pesantren van de Moskee te Tegalsari”, C.K. Elout, Indisch Dagboek (Den Haag: W.P. van Stockum & Zoon N.V., 1936).

“Moskee te Tegalsari”, F. Fokkens, “De Priesterschool te Tegalsari”, Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde, 24 (1877).

“La Mosquée de Tegalsari après la réfection de 1978”, Claude Guillot, “Le rôle historique des perdikan ou «villages francs» : le cas de Tegalsari”, Archipel, 30 (1985).

 

Kontributor : Izzuddin Rijal Fahmi

Informasi terkait:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *