
Setelah menempuh perjalanan jauh mengelilingi 20 kecamatan di Kabupaten Ponorogo, rombongan Kirab 100 Ribu Do’a Pager Bumi akhirnya tiba di Kecamatan Ponorogo, Rabu (21/10) kemarin. Kirab yang berlangsung selama 9 hari tersebut dipungkasi dengan membaca tahlil dan do’a bersama di makam pendiri Banser (Barisan Ansor Serbaguna, Red), Mbah Kayubi, yang ada di Tempat Pemakaman Umum Kelurahan Tamanarum.
Sebelumnya, rombongan kirab menginap di Komplek Panti Asuhan Al-Ikhlas di Kecamatan Babadan. Selama berada di wilayah Kecamatan Babadan, rombongan kirab melakukan ziarah ke makam para ulama. Di antaranya Kyai Ageng Umar Shodiq, Kyai Imam Puro (Sukosari) dan Kyai Ibrahim Al Ghozali (Polorejo). Keesokan harinya, rute perjalanan mengarah ke Kecamatan Ponorogo.
Selanjutnya, Pataka NU dan Pusaka Tegalsari yang dibawa rombongan kirab, diserahterimakan kepada Pimpinan Anak Cabang Gerakan Pemuda Ansor Kecamatan Ponorogo. Acara serah terima digelar di Pondok Pesantren Nurul Hikam, Keniten, Ponorogo disaksikan keluarga besar NU Kecamatan Ponorogo. Baik dari pengurus syuriah dan tanfidziyah MWC NU, maupun pimpinan banom seperti Muslimat, Fatayat, IPNU, IPPNU, Pagar Nusa dan PMII Komisariat Sunan Giri. Sejumlah pejabat dari Forpimka (Forum Pimpinan Kecamatan, Red) juga hadir.

“Kiirab Do’a Pager Bumi ini adalah momentum penting untuk menyatukan seluruh elemen yang ada di bawah MWC NU Ponorogo. Di samping itu, kirab ini juga sekaligus ikhtiar melalui jalur spiritual menyikapi Pandemi Covid-19 yang sampai sekarang masih terus terjadi,” kata Imam Mudzakir, Ketua MWC NU Ponorogo.
Mudzakir berpesan agar peringatan Hari Santri Nasional bukan hanya sekedar kegiatan seremonial. Melainkan peneguhan sekaligus pengingat tugas dan tanggungjawab seorang santri. “Sebagai santri, harus terus ngaji dan taat pada ulama,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Pimpinan Cabang GP Ansor Ponorogo, Syamsul Ma’arif, memberi apresiasi positif kepada seluruh kader yang ikut mensukseskan acara. Terutama kepada para peserta kirab. “Atas nama GP Ansor Ponorogo, kami juga meminta maaf atas segala kesalahan selama berlangsungnya Kirab 100 Ribu Do’a Pager Bumi ini. Semoga kita semua mendapat keberkahan, diberikan kesehatan lahir dan batin, dan saling memotivasi untuk membangun optimisme menghadapi pandemi ini,” tandasnya.

Usai melakukan serah terima, rombongan kirab melanjutkan perjalanan menuju ke makam Mbah Kyai Ibrahim. Beliau adalah Ketua PCNU pertama yang dimakamkan di TPU Gondoarum, Nologaten, Ponorogo. Agenda ziarah berlanjut ke makam KH Sholeh (Mayak), makam Mbah Kayubi, dan berakhir di makam Cokronegoro. Selanjutnya, Pataka NU dan Pusaka Tegalsari akan diserahterimakan di Kantor PCNU Ponorogo.
Sekedar informasi, Mbah Kayubi yang bernama lengkap Mohammad Zainuddin Kayubi adalah putra asli Ponorogo. Beliau lahir 1 Januari 1926 di Desa Pengkol, Kecamatan Somoroto. Ayahnya adalah seorang petani biasa, sedang kakek dari jalur ayah adalah seorang mantan lurah yang sangat disegani. Setelah lulus pendidikan setingkat SD, Mbah Kayubi nyantri di Pesantren Waung, Baron, Nganjuk.
Selepas dari pondok, Mbah Kayubi bergabung ke Barisan Hizbullah di Ponorogo. Ketika pemerintah menggabungkan laskar dan seluruh elemen perjuangan rakyat ke dalam tentara reguler, beliau akhirnya masuk menjadi tentara reguler. Tahun 1952, Mbah Kayubi meninggalkan dunia militer dan masuk ke Departemen Agama sebagai pegawai KUA (Kantor Urusan Agama) di Kecamatan Jenangan. Setahun kemudian dipindahkan ke Kabupaten Blitar. Kiprah Mbah Kayubi di kota ini terus naik hingga terpilih sebagai anggota dewan dari Partai NU.
Di masa ketegangan NU-PKI sedang mencapai puncaknya tahun 1964-1965, Mbah Kayubi menjadi tokoh penting. Beliau ditunjuk sebagai Ketua Komando Daerah (Komda) PC GP Ansor Karesidenan Kediri. Dan pada perjalanannya, Komda membuat keputusan penting untuk mendirikan lembaga semi militer untuk mem-back up NU. Di saat itulah Mbah Kayubi berinisiatif mendirikan Banser. Dan beliau didaulat sebagai “jenderal”nya. Sejarah mencatat, rumah pribadi Mbah Kayubi di Jalan Semeru (sekarang Jalan Sudancho Supriadi, Red) akhirnya dijadikan sebagai Markas Besar Banser pertama kali. Sebagai mantan militer, calon anggota Banser di masa awal langsung digembleng oleh satuan tentara seperti RPKAD, Raider, Kodim, hingga Kodam. Untuk urusan spiritualnya, dipercayakan kepada para kyai pesantren.
Reporter : Syamsudin, Yoga Karim
Editor : Lege