Sejarah Gerakan 30 September 1965 menyisakan memori yang kelam bagi bangsa ini. Peristiwa yang sampai sekarang selalu diperingati dengan pengibaran bendera merah putih setengah tiang itu, terus menjadi topik hangat di jagat dunia maya. Terlebih memasuki penghujung bulan September seperti sekarang. Berbagai pemberitaan di media massa dan media sosial, diwarnai isu seputar PKI dan Komunisme. Mulai dari isu ancaman kebangkitan PKI, Komunisme gaya baru, hingga isu tentang infiltrasi kader eks PKI di beberapa pos strategis pemerintahan. Beberapa kelompok bahkan sangat getol mengusung isu PKI dan Komunisme ini.
Sayangnya, isu PKI dan Komunisme yang sangat mendominasi publik ini telah menenggelamkan Pancasila yang diperingati sehari sesudah peristiwa Gerakan 30 September. Perhatian publik habis tersedot untuk memperingati Gerakan 30 September dibanding memperingati Kesaktian Pancasila.
Hal inilah yang sangat disayangkan Wakil Rais PCNU Ponorogo, Kyai Ahmad Syafi’i SJ, M.S.I. “Hal inilah yang sangat kita sayangkan. Padahal Pemerintah Indonesia sejak jaman Orde Baru, tidak pernah absen memperingati Hari Kesaktian Pancasila ini,” kata Kyai Syafi’i kepada NU Ponorogo Online, Rabu (30/9).
Karena itu, kata Kyai Syafi’i, PCNU Ponorogo mengajak publik agar lebih fokus memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Sebaliknya, warga NU diimbau tidak ikut arus mengkampanyekan anti PKI dan Komunisme. Untuk diketahui, PCNU Ponorogo melalui sekretariat sudah memposting pamflet ucapan selamat memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Warga NU Ponorogo diharapkan ikut menyebarkan pamflet tersebut ke sejumlah media sosial. “Ucapan ini mengisyaratkan ajakan kepada seluruh elemen NU untuk menjaga Pancasila sebagai benteng dari rongrongan ideologi apapun yang mengancam kehidupan dan persatuan bangsa dan negara,” ungkap Kyai Syafi’i yang juga Rais MWCNU Pulung.
Lebih jauh dikatakan Kyai Syafi’i, bahwa pembentukan NKRI berdasarkan Pancasila adalah titik temu pandangan (meeting of mind) seluruh elemen dan komponen bangsa. Pemilihan NKRI dimaksudkan sebagai sarana mempersatukan wilayah nusantara yang terdiri dari ribuan pulau yang berjejer dari Sabang sampai Merauke. Sebagai negara yang terdiri dari ribuan pulau serta memiliki kemajemukan nilai dan tradisi dari berbagai agama, suku, ras, bahasa dan budaya, Pancasila merupakan titik kompromi tertinggi.
“Tidak mudah bagi bangsa yang besar dan majemuk untuk sampai pada kesepakatan atau konsensus tentang landasan bersama. Konsensus (Pancasila, Red) itu dapat terwujud hanyalah karena adanya kelapangan dada dan tenggang rasa yang besar, serta kebersamaan dan wawasan kenegaraan yang luas,” tegas dosen IAI Sunan Giri Ponorogo ini.
Sekali lagi, lanjutnya, PCNU Ponorogo menyuarakan pentingnya peringatan hari Kesaktian Pancasila jauh lebih penting dibandingkan dengan teriakan anti PKI atau komunisme. Karena menjaga Pancasila dan mengamalkannya, merupakan penolakan yang sesungguhnya terhadap rongrongan ideologi apapun yang mengancam keutuhan bangsa dan negara. Termasuk kebangkitan PKI dan ajaran komunisme.
Reporter : Idam Musthofa
Editor : Lege