Mengenal Kiai Nursalim (Kiai Ageng Mantub)
Kiai Nursalim, yang juga dikenal dengan sebutan Kiai Mantub atau Mbah Manthub, merupakan seorang ulama dan tokoh agama Islam yang sangat dihormati di daerah Ponorogo, Jawa Timur. Beliau dikenal sebagai mertua dari Kiai Ageng Muhammad Besari, tokoh penting dalam sejarah penyebaran agama Islam di Jawa.
Asal Usul dan Silsilah
Kiai Nursalim diperkirakan hidup pada abad ke-16 Masehi. Beliau berasal dari Dusun Mantub, Desa Ngasinan, Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo. Berdasarkan beberapa sumber, Kiai Nursalim merupakan keturunan dari Ki Ageng Pemanahan, tokoh penting dalam sejarah Kerajaan Mataram. Ayahanda Kiai Nursalim, yang dikenal sebagai Kiai Dugel Kesambi, juga merupakan seorang bangsawan yang memiliki ilmu tinggi. Putra beliau yang bernama Abdulah kemudian dikenal sebagai Nursalim atau Kiai Mantub. Beliau diyakini sebagai orang pertama yang menduduki dan menyiarkan agama Islam di Dusun Mantub, Desa Ngasinan.
Peran dalam Penyebaran Agama Islam
Kiai Nursalim dikenal sebagai ulama yang alim, bijaksana, dan memiliki pengetahuan agama yang luas. Beliau aktif berdakwah dan menyebarkan ajaran Islam di wilayah Ponorogo dan sekitarnya. Peran beliau sangat penting dalam perkembangan agama Islam di daerah tersebut. Selain sebagai penyiar agama, Kiai Nursalim juga berperan sebagai pendidik dan pembimbing masyarakat.
Hubungan dengan Kiai Ageng Besari
Salah satu aspek penting dari biografi Kiai Nursalim adalah hubungannya dengan Kiai Ageng Muhammad Besari. Kiai Nursalim adalah ayah dari istri Kiai Ageng Besari. Pernikahan ini semakin memperkuat jaringan keilmuan dan keagamaan di wilayah Ponorogo. Kiai Ageng Besari sendiri dikenal sebagai tokoh yang mendirikan Pondok Pesantren Tegalsari, yang memiliki pengaruh besar dalam sejarah pendidikan Islam di Jawa.
Makam dan Penghormatan
Makam Kiai Nursalim terletak di Dusun Mantub, Desa Ngasinan, Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo. Lokasinya berjarak sekitar 3 km ke arah selatan dari perempatan Jetis. Makam beliau sering diziarahi oleh masyarakat yang ingin berdoa dan menghormati jasa-jasanya dalam penyebaran agama Islam. Menurut Kiai Suyadi makam Mbah Mantub dulu sangat sederhana, dipinggir sungai Mantub, ada pundung ditengahnya dengan cungkup kecil. Karena sering terjadi banjir makam beliau direhat seperti sekarang ini.
Penulis: Nanang Diyanto