Dalam kancah sejarah perkembangan Islam di tanah Jawa, nama Kiai Ageng Muhammad Besari begitu lekat dengan Pesantren Tegalsari. Beliau bukan hanya seorang ulama besar, tetapi juga tokoh sentral dalam pendirian dan pengembangan salah satu pesantren tertua di Jawa Timur.
Kiai Ageng Muhammad Besari lahir dari keluarga ulama yang berpengaruh. Beliau adalah putra Kiai Anom Besari, seorang ulama kharismatik di Kuncen Caruban. Sebagai anak tertua, Besari mewarisi kecintaan ayahnya pada ilmu agama. Adik-adiknya, Kiai Kotib Anom Besari dan Kiai Nur Shadik, juga dikenal sebagai ulama.
Sejak usia muda, Besari telah menunjukkan minat yang besar terhadap ilmu agama. Untuk memperdalam ilmunya, beliau berguru kepada tiga ulama besar di Setono Jetis, Ponorogo: Kiai Donopuro, Kiai Wongsupuro, dan Kiai Noyo Puro. Ketiga ulama ini memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pemikiran dan kepribadian beliau. Atas bimbingan mereka, Besari kemudian diperintah untuk mendirikan pesantren sekitar 1 kilometer dari Setono Jetis.
Setelah menimba ilmu, Besari mendirikan Pondok Pesantren Gebang Tinatar di Tegalsari Jetis, Ponorogo. Pendirian pesantren ini bukan hanya sekedar membangun fisik bangunan, tetapi juga upaya membentuk masyarakat yang beradab dan berakhlak mulia. Besari mengajarkan para santrinya pentingnya ilmu pengetahuan, akhlak yang baik, dan semangat gotong royong.
Pernikahan Besari dengan putri Kiai Ageng Nursalim (Mbah Mantub) semakin memperkuat posisinya sebagai ulama yang disegani. Mbah Mantub, seorang ulama besar di Jawa Timur bagian barat, memberikan dukungan dan nasihat berharga bagi Besari.
Kiai Ageng Muhammad Besari telah meninggalkan warisan yang sangat berharga bagi umat Islam di Indonesia, khususnya di wilayah Ponorogo. Pesantren Tegalsari yang beliau dirikan telah melahirkan banyak generasi ulama dan tokoh masyarakat. Dari pesantren ini, lahir pula pesantren-pesantren lain di seluruh Nusantara. Bahkan, model pengajaran pondok pesantren saat ini banyak mengacu pada model yang beliau dirikan.
Nilai-nilai yang diajarkan oleh Besari, seperti toleransi, gotong royong, dan semangat belajar, masih sangat relevan hingga saat ini. Beliau telah berhasil membangun sebuah lembaga pendidikan yang tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga membentuk karakter dan kepribadian santri.
Menurut Kiai Toyib Pilang, Besari adalah seorang ahli sholawat. Konon, suara sholawatnya terdengar sampai ke Keraton Surakarta saat Sinuwun Pakubuwono II mengungsi di Ponorogo. Karena itu, di Pesantren Tegalsari, membaca sholawat sangat dianjurkan.
Kiai Ageng Muhammad Besari adalah sosok yang sangat menginspirasi. Beliau membuktikan bahwa seorang ulama tidak hanya berperan dalam urusan agama, tetapi juga dalam membangun masyarakat yang lebih baik. Melalui perjuangan dan dedikasinya, beliau telah berhasil mendirikan sebuah pesantren yang menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan dakwah Islam di tanah Jawa.
Penulis: Nanang Diyanto
LKNU, Jamaah Tarekat Qodriyah wa Naqsyabandiyah an Nadliyah Sanad Kyai Imam Muhadi, Perawat Kamar Operasi RSUD dr Harjono Ponorogo, Penulis di Kompasiana.