Raden Bagus Harun, seorang santri dari Kyai Ageng Besari, memiliki peran penting dalam sejarah.
Nama beliau sangat erat kaitannya dengan Masjid Sewulan di daerah Dagangan Madiun yang kini menjadi cagar budaya. Kata “Sewulan” sendiri berasal dari kata “sesasi” atau “sewulan” yang berarti satu bulan. Waktu ini merujuk pada masa ketika Bagus Harun muda diutus oleh gurunya untuk berdakwah setelah menempuh perjalanan satu bulan dari Tegalsari, Ponorogo.
Pada suatu peristiwa penting, Bagus Harun dipercaya oleh gurunya untuk mengawal Kanjeng Paku Buwono II kembali ke Surakarta setelah keraton diserang pasukan Kuning. Sebagai tanda terima kasih, Bagus Harun diberi hadiah pusaka Payung Tunggul Naga dari Sinuwun. Namun, dengan kerendahan hati, beliau menyerahkan hadiah tersebut kepada gurunya. Kyai Ageng Besari pun menyarankan Bagus Harun untuk mengembalikan pusaka itu kepada Sinuwun.
Dalam perjalanan kembali ke Surakarta, terjadi kesalahpahaman dengan prajurit penjaga sehingga Bagus Harun dihujani anak panah. Ajaibnya, payung pusaka itu mampu melindungi dirinya dari serangan.
Mendengar keributan tersebut Sinuwun segera melerai. Payung Tunggul Nogo diaturkan kembali kepada Sinuwun, tapi ditolaknya. Tak elok bila menolak pemberian raja, akhirnya pusaka dibawanya kembali oleh Bagus Harun.
Setelah merenung panjang, Bagus Harun menyadari bahwa pusaka tersebut dapat membahayakan aqidahnya jika terus disimpan. Ia khawatir akan menjadi sombong dan lupa akan Allah. Oleh karena itu, dengan berat hati, beliau membuang pusaka tersebut ke Sungai Sekayu. Yang ditakutkan lagi kalau kelak anak cucu keturunannya berebut ataupun ngendelne pusaka tersebut bisa membahayakan, bisa adigang, adingung, dan adiguna.
Banyak kepercayaan pusaka tersebut berhenti di Bang Pluang, kedungan sungai sekitar Lengkong Sukorejo. Hingga sekarang banyak orang yang bermunajat dengan berbagai niat di tepian sungai Sekayu sekitar Bang Pluang tersebut.
Kisah Raden Bagus Harun mengajarkan kita tentang pentingnya ketaatan pada guru, kerendahan hati, dan keimanan yang kuat. Meskipun berasal dari kalangan bangsawan, beliau memilih untuk mengutamakan perintah gurunya dan menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab dakwah menyebarkan agama Islam di daerah Sewulan. Yang kemudian lebih di kenal dengan sebutan Kyai Basyariah, dan merupakan leluhur Gus Dur, dan juga Kyai Umar Shodiq Babadan.
Penulis: Nanang Diyanto
Jamaβah Thoriqoh Qodriyah wa Naqsyabandiyah an Nadliyah Sanad Kyai Imam Muhadi, LKNU, Perawat Kamar Operasi RSUD dr Harjono Ponorogo, Penulis di Kompasiana.