Ponorogo NU Online – Kepedulian aktivis NU terhadap pelestarian kesenian tidak sebatas pada pengembangan seni Islami, semacam hadrah atu pembacaan salawat. Salah satunya Mahmud, M.Pd.I wakil ketua MWC NU Kauman. Pria yang kini diberi amanah sebagai kepala MTsN 4 Ponorogo ini terlibat aktif dalam pengembangan kesenian Jawa di institusi yang dipimpinnya. Meskipun kesenian Jawa, namun Mahmud bersama guru kesenian meramu seni karawitan beruansa Islami.
Mahmud dan para Pembina kesenian MTsN 4 Ponorogo memandang karawitan sebagai salah satu kesenian asli Jawa yang mulai tidak populer di kalangan generasi muda.
“Di tengah arus tsunami informasi anak-anak penerus bangsa kini tidak lagi mengenal budaya para pendahulunya,” ungkapnya kepada NU online Ponorogo (16/2).
Melihat realitas tersebut MTsN 4 Ponorogo membuat ektrakurikuler kesenian karawitan sejak bulan Desember 2020 dengan nama Kembang Sore.
Imam Suyono kordinator etrakurikuler karawitan MTsN menimpali, kegiatan ektrakurikuler ini sebagai wujud tangung jawab madrasah dalam melestarikan budaya dan kesenian Jawa.
“Semoga dengan adanya esktra kurikuler seni karawitan ini anak didik MTsN 4 Ponorogo mampu menjadi pioner kedepan dalam hal kesenian dan budaya jawa,” kata Suyono.
Disamping itu, Mahmud selaku kepala madrasah berharap dengan di dirikannya estrakurikuler seni karawitan Kembang Sore siswa-siswi MTsN 4 Ponorogo dapat belajar dan ikut melestarikan budaya Jawa.
“Menjaga kelestarian budaya adalah tanggung jawab seluruh masyarakat dan salah satunya madrasah sehingga estrakurikuler ini sangat penting” tegas Mahmud.
Mahmud dan para guru yang notabene berasal dari lingkungan Nahdliyin bertekad menjadikan MTsN 4 Ponorogo sebagai basis pengembangan kesenian local bernuansa Islami.
“Semoga dengan estrakurikuler ini menjadi sarana agar para siswa tidak lupa budaya leluhurnya, tapi tetap menjaga nilai-nilai keislamannya,” pungkas Mahmud. (Idam)
Reporter: Idam
Editor : Budi