NU Online Ponorogo – Kerinduan warga nahdliyin akan adanya kegiatan masal, sepertinya telah membuncah. Hal ini setidaknya bisa dilihat dari kegiatan Mujahadah Kubro 9999 Kader NU yang digelar PWNU Jatim, Minggu (19/6) malam. Tak kurang dari 20 ribu jama’ah NU dari seluruh wilayah di Jawa Timur berbondong-bondong membanjiri Masjid Tegalsari yang berada di Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo.
“Kita tidak tahu pasti berapa jumlahnya. Tapi kita perkirakan sekitar dua puluh satu ribu. Dari data yang dilaporkan masing-masing cabang saja tercatat sekitar tujuh belas ribu. Belum termasuk romli,” kata Dr. H. Luthfi Hadi Aminudin, Sekretaris PCNU Ponorogo.
Perkiraan 21 ribu memang bukan hanya sekedar klaim semata. Hal ini bisa dilihat dari penuh sesaknya setiap ruang di kawasan Tegalsari. Mulai dari lapangan parkir selatan yang digunakan sebagai panggung utama, parkir sepeda motor di sisi selatan, di dalam masjid, serambi masjid, dan sepanjang jalan menuju ke masjid. Bahkan, jamaah juga meluber sampai di jalan-jalan di luar Komplek Tegalsari.
Meski kegiatan mujahadah digelar pada Minggu malam, kata Luthfi, beberapa kader sudah mulai berdatangan sejak sehari sebelumnya. Kebetulan sehari sebelumnya, PWNU Jatim juga menyelenggarakan Bahtsul Masail. Kegiatan rutin yang diadakan selama 6 bulan sekali itu berlangsung selama 2 hari, Sabtu-Minggu.
“Luar biasa acaranya. Tepat waktu, dan sangat padat isinya. Tidak ada sambutan-sambutan,” kata Bambang Heri Irianto, kader NU dari Kota Madiun yang berada di Tegalsari sejak hari Sabtu.
Kegiatan dalam rangka menyongsong 100 Tahun NU itu bertajuk NU Membangun Sanad Jamiyah, Menyambung Sanad Keilmuan dan Perjuangan. Turut hadir Rais PWNU Jatim KH Anwar Mansur, Ketua PWNU Jatim KH Marzuki Mustamar, Pengasuh Ponpes Al-Falah Al Kholili Bangkalan KH Abdul Adzim Kholili, Pengasuh Ponpes Tremas Pacitan KH Lukman Dimyati, Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang KH Fahmi Amrullah Hadziq, serta sejumlah kyai lainnya. Juga hadir Ketua MUI Jatim Prof. Dr. KH. Ali Maschan Moesa serta Ketua DPRD Jatim Kusnadi SH, M.Hum.
Magnet KH. Hasan Besari
Membanjirnya jamaah dari berbagai penjuru ke Masjid Tegalsari, tak lepas dari sosok ulama besar KH. Hasan Besari yang menjadi mahaguru dari sejumlah ulama di seluruh Jawa dan Madura. KH. Hasan Besari adalah cucu dari KH. Ageng Muhammad Besari (Kuncen, Caruban) yang bernasab sampai kepada Kanjeng Nabi Muhammad saw. Makam keduanya berdampingan dengan Masjid Tegalsari.
“Magnet Mbah Ageng dan Mbah Hasan Besari memang luar biasa. Jama’ah sampai membludak tak terbendung,” kata Dr. H. Lutfhi Hadi Aminudin, Sekretaris PCNU Ponorogo.
Menurut catatan yang diterbitkan salah satu dzuriyah Tegalsari, Mbah Ageng dan adiknya KH. Nur Shodiq berguru di Pesantren Setono, bersebelahan dengan Kawasan Tegalsari. Pengasuhnya adalah Kyai Donopuro, keturunan Sunan Tembayat. Usai berguru, Mbah Ageng diperintah gurunya babad alas di seberang sungai, yakni di Tegalsari. Singkat cerita, dari sini pulalah kemudian lahir Pesantren Gebang Tinatar di era tahun 1700 an.
Pesantren Gerbang Tinatar Tegalsari banyak melahirkan tokoh atau ulama besar. Baik dari sisi sanad keturunan (nasab), ataupun sanad keilmuan. Di antaranya Raden Bagus Harun atau Kyai Ageng Basyariyah (Sewulan, Madiun), Pakubuwono II, Raden Bagus Burhan atau Ronggowarsito, Pangeran Diponegoro, H.O.S Tjokroaminoto, serta lainnya. Bahkan sejumlah muasis pesantren besar seperti Tebuireng (Jombang), Lirboyo (Kediri), Jampes ((Kediri), Ploso (Kediri), Tremas (Pacitan), juga masih tersambung ke Tegalsari.
Reporter : Budi
Editor : Lege