NU PONOROGO

Official Website PCNU Ponorogo

Rutinan Manakib PR GP Ansor Bekiring, Kyai Syafi’i Sebut Testimoni Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani

K. Ahmad Syafi'i ramah tamah bersama jajaran PR GP Bekiring setelah menyampaikan tausiyah
K. Ahmad Syafi’i ramah tamah bersama jajaran PR GP Bekiring setelah menyampaikan tausiyah

Pimpinan Ranting Gerakan Pemuda Ansor (PR GP Ansor) Bekiring (Pulung) telah sekian lama rutin menggelar Majlis Dzikir dan Salawat. Acara yang dihelat setiap malam tanggal sebelas dalam hitungan kalender Jawa ini diisi dengan pembacaan Manakib Syaikh Abdul Qodir al-Jilani. Untuk bulan Juli (2021) ini Manakib digelar, Selasa (20/7) malam bertempat di masjid Al-Hikam Dukuh Nguncup Desa Bekiring.

Gelaran yang bertepatan hari Raya Idul Adha 1442 H ini diikuti 80 orang peserta. Selain pengurus dan anggota PR GP Ansor dan Banser Bekiring, jama’ah masjid Al-Hikam juga ikut mengikuti acara pembacaan Manakib. K. Ahmad Syafi’i SJ, M.S.I Wakil Rais PCNU Ponorogo sekaligus Rais MWC NU Pulung didaulat sebagai pemberi tausiyah tetap dalam setiap gelaran Manakib.

Kali ini Kyai Syafi’i memilih tema sedekah yang disarikan dari kitab Al-Nawadir karya Syaikh Syihabuddin Ahmad al-Qalyubi. Dalam pemaparannya di depan jama’ah Kyai Syafi’i menjelaskan, idealnya pengamal Manakib Syaikh Abdul Qadir al-Jilani adalah orang yang dermawan. “Karena berdasarkan testimoni beliau, Syaikh Abdul Qadir sendiri bahwa beliau bisa wushul kepada Allah, di antaranya karena sifat dermawan, bukan karena qiyamullail, puasa dan sebagainya,” jelasnya.

Kyai Syafi lalu menyampaikan nasihat Imam Syafi’i yang masyhur, tho’aamu al-karimi dawaa’un wa tho’aamu al-bakhiili daa’un (makanan orang yang dermawan itu bisa menjadi obat. Sebaliknya makanan orang yang pelit itu bisa menjadi penyakit)

“Setiap orang memiliki jalan spiritual, suluk, dan cara yang berbeda untuk sampai kepada Allah SWT. Tidak setiap orang menempuh ibadah mahdhah untuk sampai ke tingkat makrifatullah. Setiap orang memiliki jalannya sendiri. Demikian halnya dengan suluk Syekh Abdul Qadir Al-Jailani,” terang Kyai Syafi’i.

Pada bagian lainnya, Kyai Syafi’i mengetengahkan kajian Syaikh Ahmad Farid al-Mazidi dalam karyanya Syaikh al-Syuyukh fi al-Amshar Abu Madyan al-Ghauts. Dikatakan Kyai Syafi’i, Syaikh al-Majidi mengutip testimoni Syekh Abdul Qadir Al-Jailani terkait amalan, ibadah, suluk yang ditempuhnya dalam mencapai derajat wali Allah.

“Dalam testimoninya, Syaikh Abdul Qadir al-Jilani menuturkan, saudaraku, Aku tidak sampai kepada Allah ta’ala dengan shalat malam dan puasa sunnah siang hari. Tetapi aku sampai kepada-Nya dengan kemurahan hati (dermawan), ketawadhuan, dan keselamatan batin,” kutipnya dari kitab Syaikh al-Syuyukh fi al-Amshar Abu Madyan al-Ghauts, halaman 306.

Masih menurut kutipan Kyai Syafi’i, Syaikh Ahmad Farid al-Mazidi mengutip testimoni Syekh Abdul Qadir Al-Jailani yang menempuh jalan yang tidak diduga oleh kebanyakan orang. Ia menempuh jalan kemurahan hati (dermawan), kerendahan hati, dan kesucian batin dari segala penyakit hati.

“Sementara kebanyakan orang memiliki anggapan seragam bahwa jalan taqarrub kepada Allah hanyalah ibadah lahiriah mahdhah,” pungkasnya.

Reporter: Idam
Editor : Budi

Informasi terkait:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *