NU Online Ponorgo – Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI-NU) Ponorogo membuat terobosan baru di bidang peternakan. Khususnya dalam hal budidaya pakan ternak. Terobosan ini diharapkan bisa membantu para peternak, terutama di masa sulit sejak Pandemi Covid-19. “Ya, kami memang sedang gencar mengkampanyekan pakan ternak dari sampah organik,” kata Hariyanto, Direktur Divisi Pengembangan dan Pelestarian Lingkungan (PPL) LPBI-NU Ponorogo, Minggu (4/10).
Hariyanto mengatakan, sejak awal tahun 2020 pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mulai menggiatkan produksi pakan ternak alternatif. Salah satunya adalah magot. Karena itu, pemerintah menggandeng 21 perusahaan untuk memproduksi magot. Baik dalam bentuk pakan kering, maupun dalam bentuk granul. Bahkan, pemerintah sedang mempersiapkan 7 titik pusat budidaya magot yang tersebar di seluruh Indonesia. Ketujuhnya adalah Situbondo, Jepara, Sukabumi, Karawang, Jambi, Banjar, dan Tatelu (Manado)
Budidaya magot, lanjutnya, sebenarnya tidak rumit. Magot bisa diproduksi sendiri hanya dengan memanfaatkan sampah organik. “Jangan jijik kalau lihat sampah. Justru sebaliknya, sampah itu punya potensi ekonomi yang menjanjikan. Asal tahu cara mengolahnya dengan baik,” tegas Hariyanto yang lebih akrab dipanggil Pak RT.
Lebih jauh dijelaskan Pak RT, pakan ternak magot mengandalkan lalat tentara hitam atau biasa dikenal dengan sebutan Black Soldier Fly (BSF). Lalat jenis ini sangat menggemari sampah organik. Berbeda dengan jenis lalat lainnya, BSF bukan lalat kotor dan tidak menyebarkan penyakit. Lalat ini bahkan menghasilkan larva yang disebut magot, yang bisa dijadikan sebagai pakan ternak. “Selama ini peternak mengandalkan pakan ternak dari tepung ikan yang kebanyakan impor. Padahal, kandungan protein magot BSF jauh lebih tinggi dari tepung ikan. Dan itu sangat baik untuk ternak,” terang alumni Insuri ini.
Untuk diketahui, seekor BSF betina mampu menghasilan 500 hingga 900 telur. Dan berdasarkan penelitian, 10 ribu telur yang sudah berubah menjadi magot BSF mampu menghabiskan setidaknya 1 kg sampah organik dalam waktu 24 jam. Artinya, untuk menghabiskan 1 kg sampah organik hanya dibutuhkan 10 ribu magot yang dihasilkan dari 18 ekor BSF.
Pria kelahiran Kebumen ini menambahkan, LPBI-NU Ponorogo sudah melakukan edukasi tentang budidaya Magot BSF sebagai pakan ternak ke berbagai tempat. Seperti kelompok Karang Taruna, beberapa rintisan sekolah Adiwiyata seperti SDN Tonatan, SDN Pakunden, SMP Ma’arif 1, MTs Ma’arif Jarakan dan Pondok Pesantren Hudatul Muna. “LPBI-NU Nganjuk juga pernah datang ke sini untuk belajar. Pokoknya siapa saja yang mau belajar, kami siap,” pungkas Pak RT.
Reporter : Idam
Editor : Lege