Madrasah Ibtidaiyah Maarif 1 Babadan (Mimasba) pada Juli 2020 baru mulai menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Sebagai lembaga pendidikan baru, banyak pilihan model pendidikan yang ingin diterapkan, mulai madrasah berbasis alam, berbasis pesantren, dan berbasijs informasi teknologi. Pilihan-pilihan ini mengarah pada upaya menemukan diferensiasi layanan pendidikan. Tentu pilihan-pilihan ini tidak lepas dari peneguhan nilai-nilai Islam dalam pendidikan sebagaimana yang diinginkan para pendirinya.
Sampai pada akhirnya, Ramadhan tahun ini seakan menjadi tonggak penemuan diferensiasi pendidikan Mimasba. Secara tidak sengaja Sholihin, salah satu anggota Komite Madrasah bertemu dengan seorang praktisi inklusi bernama Kayyis Mahmudi Yasri. Sudah sekian lama pria yang biasa dipanggil Kayyis ini membuka terapi anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan pendekatan pendidikan inklusi. Singkat cerita, mereka sepakat untuk menjadikan ABK binaan Kayyis sebagai peserta didik Mimasba dengan layanan khusus inklusi.
“Tahun ini ada 3 ABK, dan insyaallah tahun depan sudah ada gambaran sekitar 8 ABK yang akan bersekolah di Mimasba,” ujar Marsono S.Pd Kepala Mimasba.
Pemberian layanan pendidikan inklusi ini pada awalnya dilaksanakan tanpa ikatan kerjasama yang terstruktur.
“Pihak madrasah menaruh kepercayaan penuh kepada timnya Kayyis untuk membina ABK yang tercatat sebagai peserta didik Mimisba, sementara pihak Mimasba cukup memantaunya,” kata Sholihin anggota Komite Madrasah.
Namun, akhirnya berbagai elemen memerlukan duduk bersama untuk memperjelas konsep layanan pendidikan inklusi di Mimasba. Komite Madrasah menjadi inisiator FGD antar elemen untuk membahas pematangan konsep layanan pendidikan inklusi di Mimasba. Kegiatan ini telah berlangsung pada Sabtu (26/9) di kantor Mimasba. Hadir pada FGD tersebut Komite Madrasah, Kepala Madrasah, Tim Penjaminan Mutu, Kayyis mewakili timnya dan para staff TU.
FGD Lintas Elemen Menjajaki Optimalisasi Layanan Pendidikan Inklusi di Mimasba
FGD berhasil mengurai perlunya keterlibatan guru Mimasba pada pembelajaran di kelas binaan Kayyis, demikian sebaliknya, Kayyis dkk akan memantau ABK jika pada saatnya sudah memiliki kelas khusus di Mimasba. Selain itu, semua yang hadir menyepakati percepatan urusan administrasi kepala sekolah dan guru, baru kemudian akan memulai penataan sistem pengelolaan Mimasba, hari ini dan seterusnya.
Pengembangan layanan pendidikan inklusi di madrasah ternyata masih belum banyak yang meliriknya.
“Bisa jadi Mimasba menjadi madrasah formal pertama di wilayah Madiun yang membuka layanan pendidikan inklusi,” ungkap Kayyis saat berbicara di forum FGD.
Tentu saja layanan pendidikan inklusi di madrasah sangat diperlukan meskipun tidak mudah untuk menyelengarakannya. Maka dari itu, komite madrasah mengingatkan agar pihak Mimasba melakukan sosialisasi agar orang tua yakin bahwa kelas ABK dibuat terpisah dengan kelas peserta didik reguler.
“Sulit….! namun bila tidak pernah ada yang mau memperhatikan pendidikan Inklusi, maka bagaimana pertanggung jawaban kita pada UUD dan hati Nurani,” ujar Marsono, S.Pd .(dam)