
NU Online Ponorogo, (24/5/2025) —- Di tengah hiruk-pikuk modernitas, ratusan jamaah berkumpul di Masjid Al-Anam, Sidorejo, Sukorejo, dalam acara Manaqib Kubro yang digelar oleh Jam’iyyah Ahli Thoriqoh Al-Mu’tabaroh Annahdliyyah (Jatman). Acara ini diisi oleh Kiai Ali Barqul Abid, Mursyid Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah An-Nadliyah, Pengasuh Pondok Pesantren Manba’ul Adhim Bagbogo Nganjuk, yang menekankan pentingnya “menjaga hati” dari sifat rakus, iri, dengki, sombong, ujub dan riya—sifat yang dalam ajaran tasawuf disebut sebagai “penyakit hati” .
Dalam tausiahnya, Kiai Ali mengutip Syekh Ibn Ataillah: “Hati yang kotor ibarat cermin berdebu; tak mampu memantulkan cahaya Ilahi.” Beliau menjelaskan, tarekat bukan sekadar ritual, tetapi proses takhalli (pembersihan diri), tahalli (penghiasan diri), dan tajalli (penyaksian keagungan Tuhan). “Tarekat adalah jalan untuk melemahkan, bahkan mematikan, sifat-sifat kebinatangan dalam diri,” tegasnya .
Manaqib Kubro, yang mengisahkan perjalanan hidup Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, menjadi inti acara. Dalam tradisi Jatman, kisah karomah sang wali—seperti keyakinan bahwa Nabi Muhammad pernah menapaki pundaknya saat mi’raj—dipercaya membawa keberkahan dan keteladanan . Kiai Ali juga menyoroti ajaran Syekh Bahauddin Naqshbandi tentang khidmah (pengabdian) kepada guru dan masyarakat, yang sejalan dengan semangat Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah .

Acara ini diikuti oleh tarekat-tarekat mu’tabarah seperti Torikhoh Qodriyah wa Naqsyabandiyah, Naqsyabandiyah, dan As-Sadziliyah, menunjukkan keragaman aliran sufisme yang tetap bersatu di bawah payung Jatman. Panitia yang diketuai Sukamto menyatakan, tujuan utama acara adalah mengenalkan tarekat kepada generasi muda dan memperkuat silaturahmi antar-jamaah .
Ketua MWC NU Kecamatan Sukorejo dalam sambutannya menyebut Jatman sebagai “Badan Otonom NU yang vital”. “Kegiatan ini selaras dengan visi NU: merawat tradisi sambil menguatkan ukhuwah,” ujarnya. PCNU Ponorogo juga berkomitmen mendukung acara serupa di masa depan, sebagai bagian dari penguatan spiritual masyarakat .
Sementara itu, Kepala Desa Sidorejo mengungkapkan kebanggaannya: “Ini bukti bahwa Sidorejo bukan hanya maju secara infrastruktur, tetapi juga kaya akan nilai-nilai spiritual.” Dukungan pemerintah desa terlihat dari fasilitas yang disiapkan, termasuk pengamanan dan penyediaan tempat untuk ratusan jamaah.

Data Jatman menunjukkan peningkatan partisipasi generasi muda dalam kegiatan tarekat, terutama di era digital. Kiai Ali Barqul Abid dikenal dengan pendekatan yang luwes, memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan ajaran tasawuf . Hal ini sejalan dengan tren di Jawa Timur, di mana Ponorogo menjadi salah satu episentrum perkembangan tarekat melalui pesantren seperti Manbaul Adhiem .
Acara ditutup dengan doa bersama untuk keselamatan bangsa, dipimpin langsung oleh Kiai Ali Barqul Abid. “Manaqib Kubro bukan sekadar ritual, tetapi pengingat bahwa Indonesia memiliki akar sufisme yang kuat,” tandas Kiai Ali.
Manaqib Kubro Jatman di Sukorejo menjadi bukti bahwa tradisi tasawuf tetap relevan di tengah arus globalisasi. Melalui tarekat, masyarakat diajak kembali ke esensi hidup: membersihkan hati, mengikis ego, dan merajut harmoni sosial. Seperti kata Syekh Abdul Qodir: ” Ilmu tanpa amal adalah kesia-siaan, dan amal tanpa keikhlasan adalah fatamorgana.”
Kontributor: Nanang Diyanto/LKNU Ponorogo