
NU Online Ponorogo – Data wakaf yang dihimpun dari Rapat Koordinasi Wakaf yang diikuti MWC NU se-Kabupaten Ponorogo, Selasa (18/2/2025) mengungkapkan berbagai permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan wakaf, baik dari segi administrasi maupun status tanah. Melalui sambungan whatsapp, Ketua LWP PCNU H. Sukarni melaporkan, beberapa kecamatan telah mencatat kemajuan dalam sertifikasi tanah wakaf, sementara yang lain masih menghadapi kendala besar.
Dalam laporannya, H. Sukarni menyebut sejumlah kecamatan telah mencatat kemajuan signifikan dalam legalisasi tanah wakaf. MWC Jenangan, misalnya, telah mencatat 297 bidang tanah bersertifikat dengan nadzir NU dari total 311 bidang. Sementara itu, MWC Sukorejo melaporkan 91 bidang tanah telah bersertifikat dari total 229 bidang yang ada. MWC Balong dan MWC Ngebel juga telah mencatatkan lebih dari 50% tanah wakaf mereka bersertifikat.
Namun, lanjut H. Sukarni, sejumlah kendala masih menghantui proses sertifikasi. MWC Sambit, misalnya, menghadapi persoalan tanah masjid tua yang tidak memiliki letter C sebagai bukti kepemilikan. Masjid-masjid di tanah pengairan juga menjadi tantangan tersendiri karena status tanah yang tidak jelas. Sementara itu, MWC Mlarak melaporkan adanya kasus tumpang tindih kepemilikan tanah, yang memperlambat proses sertifikasi.
Menurut H. Sukarni, dari rakor terungkap pula pemecahan sertifikat menjadi tantangan utama di berbagai kecamatan, seperti yang terjadi di MWC Pulung, MWC Ponorogo, dan MWC Bungkal.
“Banyak ahli waris yang masih di bawah umur, sehingga menghambat pemecahan sertifikat. Selain itu, pergantian nadzir yang tidak terstruktur dengan baik juga menjadi persoalan di beberapa kecamatan seperti Balong dan Jetis,” ungkapnya.
Dari hadil diskusi forum, LWP PCNU mengajukan beberapa solusi dan Rekomendasi untuk mengatasi berbagai kendala ini memerlukan sinergi antara NU, pemerintah, dan masyarakat. Beberapa solusi yang diusulkan meliputi:
1. Digitalisasi Data Wakaf – Penggunaan sistem digital seperti SIWAQNU untuk mendokumentasikan data wakaf secara lebih sistematis
2. Penyuluhan dan Pendampingan – Peningkatan kesadaran masyarakat dan pendampingan hukum dalam proses sertifikasi.
3. Anggaran Pemecahan Sertifikat – Pengalokasian dana khusus untuk membantu proses pemecahan sertifikat bagi tanah wakaf.
4. Koordinasi dengan Pemerintah – Kerjasama lebih erat dengan BPN dan desa untuk menyelesaikan konflik kepemilikan dan sertifikasi tanah.
“Dengan langkah-langkah ini, diharapkan persoalan wakaf di Ponorogo dapat terselesaikan dengan lebih cepat dan efisien, sehingga manfaat tanah wakaf dapat dirasakan oleh masyarakat secara lebih luas,” pungkas H. Sukarni.
Kontributor: Sahabat Media LTN