NU Online Ponorogo – Lembaga Falakiah (LF) PCNU Ponorogo bekerja sama dengan Pondok Pesantren Darul Huda Mayak Ponorogo menggelar rukyatul hilal, Jumat, (28/2/202). Kegiatan yang bertempat di Observatorium, gedung Yalamlam lantai 5 PP Darul Huda ni bertujuan untuk menentukan awal bulan dalam kalender Hijriyah sesuai metode rukyat bil fi’li (pengamatan langsung).

Ketua PCNU Ponorogo, Dr. Idam Mustofa, menyatakan kebanggaannya karena tradisi keilmuan pesantren masih terus dijalankan. “Rukyatul hilal adalah bagian dari tradisi ilmiah pesantren yang harus terus dilestarikan. Saya berharap para pegiat falak tidak berhenti belajar dan terus mengembangkan ilmu ini,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Lembaga Falakiah PCNU Ponorogo, H. Umar Salim, menjelaskan kriteria imkanur rukyat, yaitu syarat kemungkinan hilal dapat terlihat. Menurut pemaparannya, sebagian besar wilayah Indonesia, kecuali Aceh, belum memenuhi syarat imkanur rukyat karena ketinggian hilal masih rendah. “Dari data hisab, kemungkinan besar hanya Aceh yang bisa melihat hilal, sementara daerah lain, termasuk Ponorogo, tidak memungkinkan,” jelasnya.

Dengan adanya standar ini, PBNU memastikan bahwa penentuan awal bulan Hijriyah dilakukan secara ilmiah dan sesuai dengan metode rukyat yang dapat dipertanggungjawabkan.
Meskipun dalam rukyatul hilal di Ponorogo hilal tidak terlihat akibat mendung, kegiatan ini tetap menjadi bagian dari ibadah dan tradisi ilmiah di kalangan pesantren. “Rukyatul hilal tetap penting dilakukan, meskipun hilal belum memenuhi kriteria imkanur rukyat. Ini adalah bagian dari syiar dan usaha kita dalam mengikuti perintah Nabi Muhammad SAW,” jelas H. Umar.
Sebagai informasi, LF PBNU menetapkan kriteria imkanur rukyat sebagai dasar dalam penentuan awal bulan Hijriyah. Berdasarkan Surat Keputusan No. 001/SK/LF–PBNU/III/2022, syarat minimal imkanur rukyat adalah ketinggian hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat.
Imkanur rukyat digunakan untuk memastikan bahwa hilal benar-benar bisa terlihat dengan mata telanjang. Kriteria ini terdiri dari dua parameter utama: Pertama, ketinggian Hilal (Mar’i): Hilal harus berada minimal 3 derajat di atas ufuk saat matahari terbenam. Kedua, elongasi Hilal (Haqiqi): Jarak sudut antara matahari dan bulan minimal 6,4 derajat.
Kontributor: Sahabat Media LTN