
NU Online Ponorogo – Selama Ramadan, umat Muslim menjalankan ibadah puasa dengan menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal lain dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Perubahan pola konsumsi ini kerap menjadi tantangan bagi orang yang harus rutin minum obat. Padahal, kepatuhan dalam mengonsumsi obat adalah kunci menjaga efektivitas terapi. Lantas, bagaimana mengatur jadwal minum obat tanpa mengganggu ibadah puasa?
Menurut Apt. Ita Octafia S.Farm dosen Akafarma Sunan Giri Ponorogo, langkah pertama yang harus dilakukan adalah “berkonsultasi dengan dokter yang merawat”
“Pasien perlu memastikan apakah kondisi kesehatannya memungkinkan untuk berpuasa. Jika diperbolehkan, dokter dapat menyesuaikan resep dengan jadwal puasa,” ujarnya. Misalnya, memilih obat yang cukup dikonsumsi 1-2 kali sehari. Obat sekali sehari dapat diminum saat sahur atau berbuka, sedangkan obat dua kali sehari disarankan pada kedua waktu tersebut.
Namun, tidak semua obat bisa diubah frekuensinya. Untuk obat yang harus diminum 3-4 kali sehari, seperti antibiotik, Apt. Ita Octafia sekaligus pemilik Apotek Sakinah Medika menyarankan penyesuaian jadwal.
“Jika harus tiga kali sehari, bagi waktu minum dalam rentang 10,5 jam. Misalnya, setelah berbuka (18.00), tengah malam (23.00), dan sahur (04.00). Untuk yang empat kali sehari, ini tidak disarankan karena risiko terlewat dosis sangat tinggi,” jelasnya.
Alternatifnya, dokter mungkin mengganti obat dengan sediaan lepas lambat (long-acting) yang bekerja lebih panjang.
Selain frekuensi, “waktu konsumsi obat relatif terhadap makan” juga perlu diperhatikan. Obat yang diminum sebelum makan harus dikonsumsi 30 menit sebelum sahur atau berbuka. Sementara obat setelah makan bisa langsung diminum usai santap sahur atau buka puasa. Jika harus minum obat tengah malam, Apt. Ita Octafia S.Farm menganjurkan untuk mengonsumsi sedikit makanan, seperti roti atau nasi, sebelum minum obat guna menghindari iritasi lambung.
Kunci keberhasilannya, menurt Apt. Ita adalah komunikasi intensif dengan dokter. Pasien harus jujur menyampaikan rencana berpuasa agar dokter bisa merancang skema terapi yang aman.
“Jangan mengubah dosis atau jadwal minum obat tanpa persetujuan dokter. Risikonya bukan hanya mengurangi efektivitas obat, tetapi juga memicu efek samping berbahaya,” tegasnya.
Ditemui di tempat yang bersamaan dr Riza Mazidu menambahkan, seringkali pasien tidak datang untuk kontrol atau berobat saat bulan puasa justru ini akan mengganggu puasa karena kondisi kesehatannya yang tidak terkontrol.
dr. Riza menganjurkan meskipun puasa sebaiknya tetep kontrol teratur ke rumah sakit dan minum obat sesuai aturan yang disesuaikan dengan kondisi puasa (saat malam hari).
Ramadan adalah momen spiritual yang dinantikan. Dengan perencanaan matang, pasien kronis atau mereka yang rutin minum obat tetap bisa menjalankan ibadah puasa tanpa mengorbankan kesehatan. Selamat menunaikan ibadah Ramadan, tetap sehat, dan patuh pada anjuran medis!
Kontributor: Nanang Diyanto/LKNU Ponorogo