NU PONOROGO

Official Website PCNU Ponorogo

Stadium General Hari Santri: Zakat dan Pengetahuan Lokal Formula Dekolonisasi Ilmu dan Ekonomi Rakyat

Prof. Nur Ikhwan memantik diskusi peran agama dan pengetahuan lokal sebagai upaya dekolonialisasi sistem ilmu dan ekonomi

NU Online Ponorogo — Pascasarjana UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo bekerja sama dengan PW ISNU Jawa Timur menggelar Stadium General bertema “Agama, Sains, dan Dekolonisasi Ilmu Sosial di Asia”, Selasa (7/10). Kegiatan yang berlangsung di Graha Watoe Dakon ini khusus dilaksanakan dalam rangka Hari Santri 2025.

Melalui kegiatan ini, Pascasarjana UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo berharap dapat memperkuat wacana ilmiah dan praksis keilmuan Islam yang berpihak pada nilai-nilai keadilan, kemandirian, dan kebangsaan — sebagai bagian dari gerakan dekolonisasi ilmu di Asia.

Berbagai kalangan diundang, diantaranya mahasiswa pascasarjana, delegasi badan otonom NU dan Lembaga PCNU Ponorogo. Selain itu, delegasi lembaga pendidikan Ma’arif NU, pesantren di bawah koordinasi RMI, serta Madrasah Diniyah (Madin) dan TPQ.

Dua narasumber utama, Dr. Amin Muzakir dan Prof. Nur Ihwan, MA memantik diskusi hangat tentang peran agama dan pengetahuan lokal dalam upaya dekolonisasi sistem ilmu dan ekonomi di Asia, khususnya di Indonesia.

Dr. Amin menyoroti bahwa sistem pajak yang diterapkan selama ini merupakan warisan kolonial yang masih bertahan hingga kini. Menurutnya, penguatan potensi zakat dapat menjadi formula baru dalam mewujudkan keadilan sosial dan ekonomi rakyat.

“Pajak sudah dianggap peninggalan kolonial. Karena itu, potensi zakat untuk pengentasan kemiskinan bisa menjadi formula dekolonisasi ekonomi rakyat,” tegasnya.

Sementara itu, Prof. Nur Ihwan menekankan pentingnya menjaga dan memberdayakan pengetahuan lokal di tengah arus globalisasi. Ia menegaskan bahwa penguatan pengetahuan lokal harus menjadi bagian dari gerakan dekolonisasi ilmu sosial, terutama melalui pelestarian dan verifikasi (tahqîq) karya-karya pesantren.

“Pengetahuan lokal harus dijaga dan diberdayakan. Tahqîq terhadap karya pesantren sangat penting agar warisan intelektual Islam Nusantara tidak hilang,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia mencontohkan keberhasilan Jepang dalam memadukan nilai-nilai tradisi dan agama dengan sistem ilmu Barat tanpa kehilangan jati diri.

“Kita bisa belajar dari Jepang. Dalam konteks Islam, konsep ilmu sosial profetik memberi arah bagaimana kita bisa terbuka terhadap sistem luar tanpa kehilangan nilai spiritual dan moral,” jelas Prof. Nur Ihwan.

Kontributor: Sahabat Media LTN

Informasi terkait:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *