NU PONOROGO

Official Website PCNU Ponorogo

Tashwirul Afkar PCNU Ponorogo : Menelaah Peran Perempuan NU Secara Identitas dan Realitas

Diskusi bersama Dr. Hj. Isnatin Ulfah, M. H. I

NU Ponorogo Online – Kajian Purnama Tashwirul Afkar ke-6 PCNU Ponorogo, Mengupas peran-peran perempuan NU di berbagai bidang, pada hari Rabu (14/05/2025) di Graha PCNU Ponorogo.

Pada episode ke-6 Kajian Purnama Tashwirul Afkar PCNU Ponorogo membahas secara mendalam terkait peran – peran perempuan NU di berbagai bidang baik dalam Keluarga, Agama, Ekonomi, Sosial, Politik dan Budaya. Dengan narasumber yang juga menjadi aktivis perempuan Ibu Dr. Hj. Isnatin Ulfah, M. H. I, Dosen dan Koord PSGA IAIN Ponorogo. Selain itu, kesempatan malam hari ini juga dibarengkan adanya launching NU Corner Ruang Literasi NU. Acara ini dihadiri Tokoh NU Ponorogo, para pegiat literasi, dan para pelajar NU Ponorogo.

Arahan Ketua PCNU Ponorogo Dr. Idam Mustofa, M. Pd. I, dalam sambutannya beliau mengatakan bahwa kegiatan ini menjadi semangat kita semua dalam membangun ruang-ruang diskusi terutama bagaimana peran perempuan NU dan juga diharapkan launchingnya NU corner ini juga menjadi semangat literasi untuk generasi NU ke depan”. Peran perempuan di kalangan NU ini sangat luas, termasuk dalam pandangan Gus Dur yang sangat percaya bahwa perempuan memiliki potensi dan kemampuan yang sama untuk berkontribusi dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk politik, ekonomi, sosial, dan keagamaan. Gus Dur pernah menjadi satu-satunya tokoh yang mendukung ide bahwa perempuan bisa menjadi presiden atau orang pertama di negeri dalam diskusi Muktamar NU 1997.

Keaktifan peserta diskusi dalam menelaah peran perempuan NU

Peran perempuan NU saat ini sudah bisa gampang untuk dilacak, mulai dari ketercapaian dalam segala bidang dan prestasi-prestasinya. Maka dari itu, Ibu Dr. Hj. Isnatin Ulfah, M. H. I ingin mengurai lebih mendalam tentang peran perempuan NU dalam telaah identitas dan realitas, yang pada kenyataannya berfokus pada kritik diri. Hari ini kita dihadapkan dengan Lost Generation, yang ditandai adanya : pertama, dispensasi pernikahan. Kedua, Tingginya angka kekerasan seksual dan kriminalitas.

Permasalahan ini menjadi perhatian khusus agar generasi ke depan mendapatkan bimbingan dan pendidikan di bawah pengawasan orang tua. Artinya dari sekian peran perempuan NU yang sudah aktif di berbagai sektor, dan berhasil di mata publik, maka ada hal yang harus di selesaikan ketika perempuan kembali ke rumah. Akankah menjadi beban ganda untuk mengurusi semua pekerjaan rumah? Harus ada edukasi antara perempuan dan laki-laki dalam menyelesaikan urusan di rumah yang nanti akan  berefek pada pendidikan di lingkungan keluarga sebagai pemutus Lost Generation.

Ada pandangan baru yang bisa dilakukan dalam mengatasi Lost Generation. Memahami budaya androgini yang merupakan budaya di mana dalam diri seseorang bisa menjadi peran sebagai feminim dan maskulin, yang artinya seorang laki-laki dan perempuan mampu bekerja sama membangun lingkungan dalam keluarga agar tercipta keharmonisan.

Sebagai pencerah dalam membangun keharmonisan dalam keluarga bisa menggunakan konsep mubadalah dalam pernikahan yang menekankan kesalingan dan kerjasama antara suami dan istri dalam menjalankan peran dan tanggung jawab rumah tangga, serta mewujudkan kesetaraan gender dan keadilan dalam relasi mereka.

Harapannya ke depan para perempuan NU mampu memahami pribadinya sendiri dalam menempatkan posisinya. Sekaligus dapat membangun dan meningkatkan kualitas diri menjadi yang lebih baik.

Kontributor : Sahabat Media LTN

 

Informasi terkait:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *