
NU Online Ponorogo – Permasalahan limbah, baik dari rumah tangga maupun peternakan, menjadi tantangan besar dalam pengelolaan lingkungan. Jika tidak ditangani dengan baik, limbah dapat mencemari lingkungan dan berdampak serius terhadap kesehatan masyarakat. Namun, dengan pengelolaan yang tepat, limbah justru bisa menjadi sumber manfaat, baik secara ekologis maupun ekonomi.
Hal ini menjadi salah satu topik dalam webinar yang diselenggarakan oleh LAKPESDAM PCNU Ponorogo pada 27 Februari 2025. Ahmad Subki, pegiat media sekaligus Koordinator Comment Center LAKPESDAM PCNU Ponorogo, menjelaskan bagaimana pengelolaan limbah yang efektif dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan sekaligus memberikan peluang bagi masyarakat untuk memperoleh manfaat ekonomi.
Dampak Pencemaran Lingkungan Akibat Limbah
Salah satu kasus nyata yang menunjukkan dampak buruk pencemaran lingkungan akibat limbah adalah wabah Hepatitis A di Pacitan, Jawa Timur, pada Juni 2019. Berdasarkan data Dinas Kesehatan, sekitar 975 orang terdampak penyakit ini akibat mengonsumsi air sungai yang tercemar bakteri E. coli. Pemerintah Kabupaten Pacitan bahkan menetapkan kejadian ini sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) karena penyebarannya yang sangat cepat.
Penelitian dari Tim Litbang Kementerian Kesehatan RI menemukan bahwa air di sungai Desa Sukorejo, Kecamatan Sudimoro, yang dikonsumsi warga di lima desa sekitarnya, mengandung E. coli dengan kadar 2.400 per 100 mililiter, jauh di atas ambang batas toleransi yang hanya 50 per 100 mililiter. Sumber pencemaran berasal dari limbah rumah tangga, kotoran manusia dan hewan, serta sampah yang dibuang langsung ke sungai tanpa pengolahan terlebih dahulu.

Di Ponorogo, khususnya di Kecamatan Pudak, pencemaran lingkungan juga menjadi perhatian utama. Berdasarkan data Yayasan SMK 1 Pemda Ponorogo, terdapat sekitar 10.000 ekor sapi di Kecamatan Pudak, dengan rata-rata produksi limbah kotoran mencapai 130 ton per hari, di mana 70%-nya dibuang langsung ke sungai. Jumlah ini meningkat pada tahun 2022, ketika populasi sapi di wilayah ini mencapai 12.000 ekor, menghasilkan sedikitnya 100 ton limbah kotoran sapi per hari yang langsung mencemari sungai. (Sumber: Suarakumandang.com, edisi 4 September 2023).
Akibat pencemaran ini, kondisi sungai di wilayah tersebut memburuk. Air sungai menjadi keruh, berbau tidak sedap, dan ekosistem sungai terganggu. Bahkan, destinasi wisata Air Terjun Pletuk di Kecamatan Sooko, Ponorogo, terdampak langsung karena airnya tak lagi jernih akibat tercampur limbah kotoran sapi.
Lebih jauh, limbah kotoran sapi ini akhirnya bermuara di Waduk Bendo, Kecamatan Sawo, Ponorogo, yang diproyeksikan sebagai sumber air bersih bagi warga Ponorogo. Jika pencemaran ini terus berlangsung, maka potensi pasokan air bersih bagi masyarakat bisa terancam.
Solusi: Mengolah Limbah Menjadi Sumber Daya Bernilai
Di tengah ancaman pencemaran lingkungan, muncul peluang untuk mengubah limbah menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat. Salah satu contoh konkret adalah pengolahan kotoran sapi menjadi pupuk organik.
PT Petrokimia Gresik melalui produk Pupuk Petroganik telah berhasil mengolah limbah organik menjadi pupuk berkualitas tinggi. Pada tahun 2024, produksi pupuk ini mencapai 585.700 ton, melebihi alokasi pemerintah yang hanya 500.000 ton. Bahan baku utama pupuk ini berasal dari sampah organik, termasuk kotoran hewan dan sisa pakan ternak, yang diolah menggunakan teknologi modern hingga memiliki nilai jual tinggi serta bermanfaat bagi sektor pertanian.
Di tingkat lokal, konsep pengolahan limbah kotoran sapi di Kecamatan Pudak dapat diterapkan dengan menciptakan alat pengolah limbah kotoran sapi yang efektif, layaknya mesin penggiling gabah yang menghasilkan beras dan dedak. Alat ini bisa mengolah limbah ternak menjadi pupuk organik padat dan cair, yang kemudian dijual ke petani di dalam maupun luar Ponorogo. Jika sistem ini berjalan optimal, potensi pemasukan daerah bisa mencapai miliaran rupiah.
Peran Pemerintah dan Masyarakat dalam Pengelolaan Limbah
Menurut Ahmad Subki, pengelolaan limbah yang baik tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga pada kesadaran masyarakat dan dukungan dari pemerintah. Dengan edukasi yang tepat, masyarakat dapat memahami pentingnya mengelola limbah dengan benar, sementara pemerintah berperan dalam menyediakan infrastruktur serta regulasi yang mendukung praktik pengolahan limbah yang berkelanjutan.
Secara umum, ada dua sisi dari limbah:
Jika dibiarkan tanpa pengolahan, limbah dapat mencemari lingkungan, menyebarkan penyakit, bahkan menyebabkan kematian.
Jika dikelola dengan baik dan benar, limbah dapat memberikan manfaat ekonomi, seperti menjadi bahan baku pupuk yang bernilai tinggi.
Dalam konteks tata kelola pemerintahan, Ahmad Subki menganalogikan pengelolaan limbah dengan kesehatan tubuh manusia. “Jika seseorang bisa kentut dan buang air besar secara normal, itu tanda tubuhnya sehat. Sama halnya dengan tata kelola pemerintahan—jika sampah dan limbah tidak dikelola dengan baik, maka bisa dipastikan tata kelola pemerintahan juga tidak sehat,” ujarnya dalam webinar.
Dengan langkah-langkah yang tepat, permasalahan limbah yang selama ini menjadi tantangan dapat diubah menjadi peluang yang menguntungkan, baik bagi lingkungan maupun ekonomi masyarakat. Webinar ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi berbagai pihak untuk lebih peduli terhadap lingkungan serta mengembangkan solusi inovatif dalam pengelolaan limbah.