
NU Online Ponorogo — Langit pagi Ponorogo tampak teduh setelah malam sebelumnya diguyur hujan deras hampir semalam suntuk. Sisa embun di rerumputan Lapangan UIN Kiai Ageng Muhammad Besari memantulkan sinar mentari yang mulai naik perlahan. Udara sejuk menyambut ribuan santri, pelajar, dan warga Nahdlatul Ulama (NU) yang sejak sebelum pukul enam pagi telah berdatangan dari berbagai penjuru kabupaten.
Mereka berbondong-bondong mengikuti Apel Hari Santri Nasional 2025 yang digelar oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Ponorogo bekerja sama dengan UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo, Rabu (22/10/2025).
Pagi itu, suasana lapangan kampus berubah menjadi lautan hijau putih. Spanduk besar bertuliskan “Jihad Santri, Jayakan Negeri” terbentang di depan panggung utama. Di sisi barisan, bendera NU dan merah putih berkibar bersamaan. Tak hanya santri dari pondok pesantren, peserta juga datang dari lembaga pendidikan di bawah LP Ma’arif, para guru madrasah, siswa SMA dan MA se-Kecamatan Jenangan, serta jajaran Banser dan Muslimat, Fatayat, IPNU, IPPNU, dan Ansor.

Ketua PCNU: Apel Ini Bukti Kesetiaan pada Negeri
Ketua PCNU Ponorogo, Dr. Idam Mustofa, M.Pd., memimpin pembacaan Perintah Kader di awal apel. Dengan suara lantang, ia mengingatkan kembali semangat jihad kebangsaan yang menjadi warisan para ulama. “Hari Santri bukan sekadar seremonial, tapi momentum meneguhkan komitmen santri untuk menjaga agama dan bangsa. Santri adalah penjaga moral negeri,” ujarnya di hadapan ribuan peserta yang berdiri khidmat.
Dalam sambutannya, Idam Mustofa menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi menyukseskan apel tersebut — mulai dari civitas akademika UIN, lembaga-lembaga pendidikan, badan otonom NU, hingga unsur keamanan gabungan Banser, Satgas UIN, TNI, dan Polri. “Kita semua bersyukur bisa berkumpul dalam suasana damai, guyub, dan penuh semangat. Inilah wajah santri Ponorogo — disiplin, tangguh, dan cinta tanah air,” tambahnya.

Rektor UIN: Dari Resolusi Jihad hingga Kampus Santri
Sebagai Inspektur Apel, Rektor UIN Kiai Ageng Muhammad Besari, Prof. Dr. Hj. Evi Muafiah, M.Ag., tampil menyapa peserta dengan gaya hangat dan penuh keakraban. Mengawali amanatnya, ia sengaja tak membaca naskah pidato resmi yang telah disiapkan. “Saya tidak akan membaca teks. Hari ini saya ingin bicara langsung dari hati,” ucapnya, disambut tawa dan tepuk tangan para santri.
Dengan gayanya yang bersahaja, ia melambaikan tangan ke arah barisan ibu-ibu Fatayat dan Muslimat NU. “Ibu Fatayat mana? Angkat tangannya! Ibu Muslimat, lambaikan tangannya! Wah, luar biasa semangatnya!” ujarnya bercanda, membuat suasana apel menjadi cair.
Dalam amanatnya, Evi Muafiah menuturkan perjalanan panjang institusi pendidikan Islam di Ponorogo — dari STAIN, bertransformasi menjadi IAIN, hingga kini menyandang nama besar UIN Kiai Ageng Muhammad Besari. Ia menyebut perubahan itu bukan sekadar administratif, melainkan simbol kemajuan pendidikan Islam yang berakar dari perjuangan para kiai.
“Nama Kiai Ageng Muhammad Besari bukan sekadar tokoh lokal, beliau adalah simbol perlawanan terhadap penjajahan dan pelopor dakwah ilmu. Kampus ini adalah buah dari perjuangan para ulama, hasil sari resolusi jihad yang mengusir penjajah. Karena itu, UIN ini milik kita semua — milik umat, milik bangsa,” tegasnya.

Khidmat dalam Doa, Menggema dalam Mars Santri
Setelah amanat inspektur, apel dilanjutkan dengan pembacaan Resolusi Jihad oleh Ketua Senat UIN, Dr. H. Agus Tricahyo, M.A., yang membacakan teks resolusi perjuangan ulama 22 Oktober 1945 — seruan jihad mempertahankan kemerdekaan dari penjajah. Setiap kalimat yang dibaca terasa menggema di lapangan, seakan menembus batas waktu.
Doa penutup dipimpin Dr. Moh. Mukhlas, M.Pd, Direktur Ma’had Jami’ah UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo. Dalam doanya, ia memohon agar santri senantiasa diberi kekuatan menjaga agama, bangsa, dan ilmu. “Semoga semangat jihad yang diwariskan para kiai tetap hidup dalam diri santri di mana pun berada,” ujarnya lirih.
Menjelang akhir acara, peserta bersama-sama menyanyikan lagu Hari Santri dan Mars Syubbanul Wathon dengan penuh semangat. Suara ribuan santri menggema, seolah menegaskan tekad bahwa cinta tanah air adalah bagian dari iman.
Harmoni Santri dan Kampus
Peringatan Hari Santri 2025 di Ponorogo bukan sekadar agenda tahunan, tetapi menjadi penanda kuatnya sinergi antara kampus dan pesantren, antara ilmu dan perjuangan. Melalui kegiatan bersama seperti apel ini, semangat santri tidak berhenti di halaman pesantren, tetapi tumbuh dalam lingkungan akademik modern.
“Santri bukan hanya mengaji, tetapi juga berinovasi. Mereka harus hadir di ruang publik, membawa nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin,” ujar salah satu dosen muda UIN yang turut menjadi komandan apel, Afifi.
Acara ditutup dengan suasana haru dan bangga. Ribuan peserta bersalaman, berfoto, dan saling berucap selamat Hari Santri. Langit Ponorogo semakin terang, dan semangat santri pagi itu benar-benar terasa hidup — sejuk seperti embun, namun hangat seperti api yang terus menyala.
Kontributor: Nanang Diyanto/ LKNU
Editor: Atta